Thursday, 21 June 2012

I'm nothing without You


Teringat lagi percakapan saya dengan co-worker saya beberapa hari yang lalu di store tempat saya bekerja. Saat itu kami sedang menunggu manager kami yang harus menyelesaikan beberapa hal sebelum store nya di tutup. Jadilah saya dan co-worker saya tersebut melepas lelah di lunch room kesayangan kami. Saat itu waktu sudah menandakan pukul setengah sembilan malam. Di luar masih juga terang, maklum lah it's summer time!

Co-worker saya adalah seorang gadis berkulit hitam yang berasal dari Jamaica. Walau usia nya jauh lebih muda dari saya, tinggi badan dan raut wajahnya membuat ia kelihatan lebih dewasa dari usia aslinya. Kami cukup dekat dan kedekatan inilah yang membuat ia bercerita banyak tentang keluarganya. Singkat kata, keluarga nya sedang di timpa banyak masalah yang membuat ia harus bekerja di dua tempat pada hari-hari yang bersamaan pula.

Malam itu, kami bercerita tentang pekerjaan, kuliah, dan banyak hal-hal lainnya. Banyak hal yang membuat kami tertawa riang termasuk tingkah aneh para customers yang terkadang harus kami akui, sangat-sangat menguji kesabaran. Setelah bercerita panjang lebar, akhirnya kami pun terdiam. Dalam keheningan, tiba-tiba dia menggerutu.
"aku benci hidup ku!"
"semua orang benci kehidupan nya" jawabku dengan nada bercanda.
"Oia, pernah gak kamu berfikir, apa tujuan kita disini? apa yang sebenarnya kita lakukan di dunia ini?"
"Ya, aku pernah berfikir begitu"
"Lalu?"
"Hmm. Dalam Islam kami percaya bahwa manusia di ciptakan untuk menyembah Tuhan. Dan di dunia ini, manusia di penuhi dengan cobaan supaya Tuhan bisa tau siapa yang paling setia dalam menyembahNya"
"Hmm"
"Kamu pernah gak berada dalam situasi yang tiba-tiba kamu menangis karna saking sedih nya, tapi beberapa menit kemudian kamu akan tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak?"
"Ya, terus?"
"Jadi kami percaya akan surga dan neraka. Jadi di surga itu hanya akan ada absolute happiness, there are no tears. Dan di neraka, hanya akan ada absolute pain and there are tears. Dan dunia ini hanya tempat pertengahan, ada kesedihan juga kebahagiaan. Jadi di dunia ini kita tidak akan benar-benar sedih atau benar-benar bahagia. Kalau pun ada pure happiness hanya bisa di capai jika kita bersyukur dan ikhlas dengan apa-apa yang telah Tuhan berikan. Dan jika ingin benar-benar bahagia seutuhnya dan istirahat dari semua kesusahan, maka ke surga" jawabku kembali bercanda.
"Kalo begitu, mari kita kesurga!" jawabnya sambil tertawa.
"Lalu bagaimana dengan agama yang kau yakini?" tanyaku padanya.
"Sepertinya sama" jawabnya singkat.
Saya pun menunggu untuk penjelasan lebih lanjut, tapi hening. Dan saya pun melanjutkan percakapan kami.
"Oia, sebagian orang menyatakan kalo mereka gak percaya Tuhan, menurut kamu gimana?" tanyaku penasaran.
"Aku gak bisa nyalahin mereka karna liat aja dunia ini, full of chaos! I don't know what to believe in anymore! (Aku gak tau apa yang harus aku percaya lagi di dunia ini).
"Tapi menurutku, jika aku terlahir sebagai atheist, aku akan memulai dengan mempercayai sesuatu. Lalu aku akan mencoba percaya dengan Tuhan karna menurutku itu mudah. Coba bayangkan, di malam hari, jika kamu tidak percaya dengan Tuhan. Bisa gak kamu tidur tanpa mengkhawatirkan akan masa depan mu? Lalu bagaimana dengan segala hal-hal yang menyakitkan? Semua nya akan mudah jika kita punya Tuhan. Maka di malam hari kita akan mudah mengatakan, everything's gonna be okay karna ada yang Maha Kuasa yang mampu membuat segala nya baik-baik saja. Dan mungkin setelah itu aku akan mencoba mencari agama mana yang bisa di terima oleh hati nurani dan akal sehatku".
Dia hanya bisa terdiam mendengar ucapan saya.

Di perjalanan pulang, dalam hening saya merenung sambil mengucap syukur tiada hentinya. Begitu bahagia nya saya karna terlahir sebagai seorang Muslim dan sampai saat itu pula, nikmat tersebut masih ALLAH berikan pada saya. Alhamdulillah.
Terimakasih Ya Rabb karna Engkau masih membuat hati ini percaya akan keberadaanMu, and I'm really nothing without You. Bisikku dalam hati.

Thursday, 17 May 2012

Culture Shock

Walau sudah empat tahun lebih saya hijrah ke negara "suram", saya belum juga bisa beradaptasi. Entah apa yang salah. Apa karna bahasa Inggris saya yang masih kurang lancar atau karna saya memang sangat-sangat mencintai kampung halaman saya sehingga saya tidak benar-benar "mencoba"untuk mencintai negara ini? Wallahua'lam. Saya sendiri pun mumang memikirkan alasan kenapa.

Saya memang tinggal di sini, tapi pikiran saya masih ke Aceh. Sebenarnya saya memaklumi alasan kenapa saya bersikap seperti ini. Saya tinggal di Aceh selama tujuh belas tahun sedangkan di sini baru lah empat tahun lebih. Sangat-sangat tidak wajar jika saya harus "memaksa" diri saya untuk mencintai negara ini.

Negara "suram" begitu saya menyebutnya dan memang sebutan inilah yang pantas bagi sebuah negara yang sepanjang tahun nya bermusim dingin. Ketika musim dingin, matahari enggan menampakkan diri nya dan di musim semi, ia pun malu-malu. Mungkin seperti itulah saya di musim dingin dan musim semi, enggan juga malu-malu. Awal-awal nya saya gembira karna bisa melihat dan bermain dengan salju. Bahkan saat pertama tiba di bulan April 2007, saya sudah tidak sabar ingin melihat salju. Tapi itu hanya berlangsung selama beberapa bulan. Saat itu saya masih berada di excitement or honeymoon stage, saat di mana semua nya terlihat indah, seperti pasangan yang sedang berbulan madu. Saat itu saya excited, rasa nya gembira sekali. Saya ingin belajar banyak hal, mencoba hal-hal yang baru dan juga bertemu dengan orang yang berbeda-beda.


Stage 1 - Excitement
The individual experiences a holiday or 'honeymoon' period with their new surroundings.
They:
. Feel very positive about the culture
. Are overwhelmed with impressions
. Find the new culture exotic and are fascinated
. Are passive, meaning they have little experience of the culture


Hari dan bulan pun berlalu, saya mulai rindu dengan kampung halaman dan teman-teman saya. Dengan tidak sadar, saya telah memasuki withdrawal stage, tahap di mana saya menemukan semua nya serba asing. Saya harus belajar bahasa asing, bertemu dengan orang-orang asing, dan bahkan menu makanan pun menu makanan asing. Not to mention, mimpi saya pun dalam bahasa asing dan juga terasa sangat-sangat asing! Tentu saja reaksi saya, seperti yang telah di prediksikan oleh para ahli, adalah mengisolasikan diri dan menyepi. Saat itu lah saya benar-benar merasa sangat kesepian dan mulai menjadi pendiam. Bahkan di tempat kerja, seorang co-worker pernah menanyakan apa saya ini sakit dan kenapa saya sama sekali tidak berbicara. Saat itu saya hanya bisa diam mendengar ucapan co-worker saya tersebut.


Stage 2 - Withdrawal
The individual now has some more face to face experience of the culture and starts to find things different, strange and frustrating.
They:
. Find the behaviour of the people unusual and unpredictable
. Begin to dislike the culture and react negatively to the behaviour
. Feel anxious
. Start to withdraw
. Begin to criticize, mock or show animosity to the people


Lalu? Tentu saja, saya orang yang tidak suka menyerah atau lebih tepat nya selama saya mampu, saya tidak ingin menyerah. Saya tidak ingin kalah dengan kondisi ini. Tentu saja saya menangis, mengeluh, berkali-kali marah, kenapa ALLAH sampai tega menempatkan saya pada posisi ini. Tapi akhirnya saya mengerti dan belajar banyak hal. ALLAH sedang mendidik saya untuk bersikap sabar dan ikhlas terhadap apapun situasi yang Ia berikan. Di tambah lagi, dalam kesepian saya, saya lebih dekat dengan-Nya. Saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah dan membaca ketimbang saya dulunya yang sering membuang-buang waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.

Saya rasa sekarang lah waktu nya di mana saya memasuki  adjustment stage, di mana dalam tahap ini saya mulai sedikit bisa beradaptasi walau memang masih sulit. Jika harus di persentasikan kan, maka mungkin tahap penyesuain diri saya mencapai 60 persen. Bukan angka yang besar memang, karna jujur saya akui, masih sulit bagi saya untuk bisa benar-benar menyesuaikan diri. Dan tentu saja, semua nya butuh proses dan saya harap, saya bisa melewati tahap ini penuh dengan keikhlasan juga kesabaran. Amin Ya Rabb.


Stage 3 - Adjustment
The individual now has a routine, feels more settled and is more confident in dealing with the new culture.
They:
. Understand and accept the behaviour of the people
. Feel less isolated
. Regains their sense of humour


Semoga saya bertemu di tahap berikutnya, yaitu enthusiasm stage, tahap di mana saya mulai bisa mencintai negara "suram" ini  dan bisa menyesuaikan diri dengan tidak menggerutu lagi. Hehe. Semoga saja . . .


Stage 4 - Enthusiasm
The individual now feels 'at home'.
They:
. Enjoy being in the culture
. Functions well in the culture
. Prefer certain cultural traits of the new culture rather than their own
. Adopt certain behaviours from the new culture


:)



Istikharah itu aneh ya?

Apa jawaban istikharah itu pernah salah? Kalo gak salah, terus kenapa jawaban kali ini lain. Kenapa jawaban kali ini "drop" bukan "stay". Apa aku harus drop di tengah jalan. Kalo drop sekarang, satu pelajaran itu harga nya mahal minta ampun. Tinggal lima minggu lagi aja aku udah gak sanggup nerusin, tapi pelajaran nya susah sekali. Pelajaran sastra Indonesia aja susah nya minta ampun, apa lagi sastra North America. Arrrgh!

Di awal Spring semester, aku sudah mendaftarkan diri di pelajaran Introduction to Fiction. Di kelas itu kami membahas cerita-cerita pendek dan novel-novel dengan setting di negara-negara North America. Kami juga membahas karakter, simbol-simbol dan elements of fiction lain nya. Awal-awal nya aku berniat untuk mengambil pelajaran ini agar aku bisa meng improve bahasa Inggris sekaligus ingin belajar sastra.
Ah, sok-sok belajar sastra, jadinya gini kan. Gak sanggup, yang ada nge-drop kan dan ngabisin uang aja. Biaya satu pelajaran itu gak murah, ngabisin uang aja qe. Bentakku dalam hati.
Awal-awal semester aja aku udah gak konsen, apa lagi sekarang. Rasanya aku betul-betul jauh ketinggalan di kelas. Minggu ini ada group meeting dan minggu depan group presentation! Apa yang harus ku lakukan. Oh noo!

Keputusan ku untuk nge-drop belum juga final. Seolah-olah jawaban istikharah ku tadi malam salah.
Ya ALLAH, apa yang harus hamba lakukan. Bukan nya hamba menyerah, tapi pelajaran ini susah sekali Ya Rabb. Ada kalanya manusia harus bersikap realistis kan? Ini terlalu sulit. Hamba bukan nya menyerah, tapi ini yang di namakan oleh pakar Psikologi dengan sebutan "goal readjustment". Jadi hamba tidak benar-benar menyerah kok, hanya butuh waktu untuk mengatur ulang planning hamba. Kataku dalam doa istikharah ku tadi malam.

"The sea-reach of the Thames stretched before us like the beginning of an interminable waterway. In the offing the sea and the sky were welded together without a joint, and in the luminous space the tanned sails of the barges, bla bla bla." Aku baca lagi berulang-ulang.
"What interminable? offing? welded? luminous? Barges? What the?" gerutuku.
Kalau begini terus, seluruh buku harus aku google translate kan. Ini baru satu novel, ada dua lagi novel yang belum terjamah, delapan short stories lain nya, lalu bagaimana dengan tugas-tugas menganilisa karakter, simbol juga elements of fiction lainnya. Ya Rabb, hamba tidak sanggup!

"Istikharah itu aneh ya?" tanyaku pada ibu dan adik laki-laki ku yang sedang sarapan pagi.
"Aneh gimana maksudnya?" tanya ibukku.
"Ya aneh. Masa istikharah pertama jawabannya stay, istikharah kedua juga sama tapi karna tidak yakin aku istikharah lagi dan sekarang jawabannya drop? Kan aneh. Masa bisa beda?".
"Ya, berarti skor nya masi 2-1, jadi mesti istikharah lagi biar ada pemenangnya. Kalo imbang, ya mesti istikharah lagi" jawab adikku yang menyamakan jumlah istikharah dengan skor bola.
"Ya ya ya!" jawabkku datar. Kalau di pikir-pikir ada benarnya juga. Kalo nanti malam aku salat istikharah lagi, berarti jumlah istikharah ku nanti jadi 2-2 kalo jawabannya "drop". Tapi kalo jawabannya "stay", berarti skor nya bisa jadi 3-1 dan "stay" lah pemenangnya. Nah, kalo jawabannya "drop" lagi, berarti skor nya bisa jadi 2-2 alias seri dan harus istikharah lagi. Arrrghh, bisa mumang aku kalo lama-lama gini.

Dan haruskah aku istikharah lagi? Bersambung .  .  .






Friday, 11 May 2012

Jangan Lari

Adakalanya di dalam kehidupan kita menjalani hal-hal yang tidak kita sukai, menemui orang-orang yang tidak sepaham dengan kita yang membuat hati luka dan air mata berdera. Yang lalu setiap pagi nya membuat kita ingin menarik kembali selimut kita dan tentu saja, tidur. Kita berharap bisa tidur dengan tidur yang panjang sehingga kita tidak harus menghadapi hal-hal yang membuat kita "hidup" untuk merasakan rasa sakit, khawatir, takut, sedih, dan semua rasa-rasa yang tidak kita sukai.

Saya sering mengingatkan diri saya bahwa inilah "kehidupan" bukan surga! Kehidupan tempat di mana kita akan terus merasakan hal-hal yang tidak ingin kita rasakan. Jika kita mendapati diri kita ingin "lari" atau tidak ingin merasakan "kepahitan", maka menurut saya itu salah. Karna hidup ALLAH rancang memang di penuhi dengan "kepahitan" atau dengan nama lain, ujian.

Ketika kita mendapati diri kita dalam situasi yang tak sepaham dengan keinginan kita, maka jangan lari! Hadapilah setiap situasi dengan ikhlas dan sabar. Rasakanlah setiap rasa sakit, khawatir, takut, sedih dan semua rasa-rasa yang tidak menyenangkan. Jika harus menangis, menangis lah! Adukan semua nya pada-Nya dalam sepertiga malam. Bangunlah dan katakan pada sang pencipta kalau hidup ini telah membuat kita lelah dan terkadang membuat kita tak sanggup meneruskan nya dan ingin segera mengakhirinya. Mengeluh? Apa boleh? Tentu saja boleh! Sekali lagi, bangunlah, dalam sepertiga malam untuk mengeluh di hadapanNya.
*Yang jangan mengeluh "pada" dan "di" Facebook, hehe

Lalu? Lakukan apapun untuk "hidup"! Sibukkan diri kita untuk menebar kebaikan. Jadikan diri kita bisa bermanfaat bagi sekitar. Sekecil apapun kebaikan akan di balas oleh ALLAH. Tersenyumlah! Karna senyum bisa membuat hati kita maupun hati mereka-mereka yang galau kembali bersinar terang. Sibukkan diri kita dengan hobi-hobi kita, apapun yang bisa memberi manfaat bagi orang-orang di sekitar kita.

Sekali lagi, jangan lari! Hadapi setiap situasi yang tidak menyenangkan dan rasakan "kepahitan" dengan sifat ikhlas dan sabar. Jangan memberontak karna hal itu akan membuat situasi semakin buruk.

Sekali lagi . . . mari . . .jangan lari . . .

Tuesday, 1 May 2012

Because I'm Not Perfect


Mungkin aku tidak selalu ada untukmu kawan
Mungkin aku sering berkilah bila kau mulai terlihat manja
Mungkin aku mengabaikan setiap keluh kesahmu
Mungkin aku jarang atau enggan menyapa
Maaf jika ku hanya mampu berkata
Karena engkau adalah pelaku utama
Namun seribu kata yang kuucap
Hanya menjadi buih jika pun kau abaikan
Maaf jika ku membelakangi
Hanya ingin melihatmu menjadi kokoh
Dan lemahmu, biar Tuhan saja yang tahu
Kau tahu, bisa jadi lemahku lebih besar
Maaf jika ku mengabaikan
Karena aku bukan makhluk sempurna
Tak selalu kau dapati aku bahagia
Meski sedih jua tak ku tampilkan
Maaf jika kau merasa sepi
Sedang aku masih bergelar seorang kawan
Aku adalah si khilaf
Jangan hakimi keterbatasanku
Maaf, karena aku bukan Tuhan
Aku bisa menyakitimu
Dan kau bisa menyakitiku
Maaf, karena aku bukan Tuhan
Jadikan saja aku yang kedua
Jika kau terpuruk pilu
Biar aku menjadi tanganNya
Yang semoga bisa menyembuhkan luka
Namun…
Kau tak bisa bersandar padaku
Kau mungkin akan kecewa
Bila kau merasa jenuh
Jauhilah aku secukupnya
Bila kau merasa benci yang mendalam
Ingatlah tawa kita bersama
Kita adalah warna
Dunia indah yang berbeda
Duka dan bahagia
Biarlah singgah pada hati yang tenang


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/19833/because-im-not-perfect/#ixzz1tgS8YbmR